masukkan script iklan disini
BUZZERSUKABUMI.COM -Lebih dari tujuh bulan sejak bencana pergerakan tanah melanda Kampung Cilimus, Desa Nangerang, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi, nasib para warga terdampak masih berada dalam ketidakpastian. Hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai pembangunan Hunian Sementara (Huntara) maupun Hunian Tetap (Huntap) yang dijanjikan.
Merespons kondisi tersebut, Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi dari Fraksi Golkar, Asri Mulyawati, menyampaikan rasa prihatinnya. Sebagai warga Jampangtengah dan wakil rakyat dari daerah tersebut, ia menyayangkan lambannya tindak lanjut terhadap kebutuhan dasar para penyintas.
“Sudah lebih dari setengah tahun sejak kejadian itu, tapi realisasi Huntara maupun Huntap belum juga terlihat. Ini harus menjadi perhatian serius semua pihak,” kata Asri saat diwawancarai pada Selasa (8/7/2025).
Menurutnya, penanganan pascabencana semestinya tidak hanya berfokus pada penanggulangan awal, melainkan juga mempercepat pemulihan kehidupan warga. Ia menekankan pentingnya koordinasi yang lebih erat antarinstansi dan pemangku kepentingan.
“Penanganan seperti ini butuh sinergi, tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Harus ada konsolidasi antara pemerintah daerah, lembaga bantuan, dan tentu saja masyarakat itu sendiri,” ujarnya.
Asri menyoroti keberhasilan pembangunan Huntap di lokasi lain, seperti di wilayah Pasir Angin – Ciagung, yang bisa menjadi contoh bahwa pemulihan bisa diwujudkan asalkan semua pihak mau bekerja sama secara konsisten.
"Itu jadi bukti bahwa kalau komitmen dibangun bersama, hasilnya nyata. Saya berkomitmen untuk mendorong dialog ulang dan memperkuat komunikasi dengan semua pihak agar di Nangerang ini juga ada kepastian bagi warga yang terdampak,” tegasnya.
Sementara itu, para penyintas di Kampung Cilimus masih terus menanti langkah nyata dari pemerintah. Mereka hidup di bawah bayang-bayang ketidakpastian, tanpa tempat tinggal layak. Sebagian besar kini menumpang di rumah kerabat, termasuk Ruhendi (46), yang kehilangan tempat tinggal akibat pergerakan tanah.
“Sudah dijanjikan sejak awal akan ada relokasi. Bahkan kami sempat diminta mengontrak rumah dan akan diganti oleh pemerintah. Tapi sampai sekarang belum ada realisasi,” tutur Ruhendi, yang kini tinggal bersama istri dan dua anaknya di rumah saudaranya.
Bencana yang terjadi pada 4 Desember 2024 lalu meninggalkan kerusakan parah di Cilimus: rumah-rumah roboh, jembatan terputus, hingga bangunan sekolah dasar ambruk. Namun, sampai pertengahan 2025, belum ada satu pun proyek relokasi yang terealisasi.
Para warga berharap, suara mereka tak lagi diabaikan, dan janji-janji relokasi bisa segera diwujudkan agar mereka bisa kembali menjalani hidup dengan tenang dan bermartabat.