masukkan script iklan disini
Simak breaking news Sukabumi dan sekitarnya langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita BUZZERSUKABUMI.COM WhatsApp Channel - (Click here). Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
![]() |
foto: ist |
BUZZER SUKABUMI COM - Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menegaskan bahwa perguruan tinggi harus melakukan kajian akademik sebelum terlibat dalam pengelolaan konsesi tambang. Hal ini muncul sebagai respons terhadap revisi Undang-Undang (UU) Minerba yang dianggap kurang memiliki dasar ilmiah yang jelas.
Kampus Harus Berdasarkan Kajian Ilmiah
Staf Advokasi YLBHI, Edy Kurniawan, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kemungkinan revisi UU Minerba yang diduga dilakukan tanpa naskah akademik yang memadai.
"Seharusnya kampus yang dekat dengan akademik memiliki dasar ilmiah yang kuat sebelum mengelola tambang. Jika revisi ini benar terjadi tanpa kajian akademik, ini sangat memprihatinkan," ujar Edy dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (17/2/2025).
Edy juga menyoroti potensi penyalahgunaan kebijakan ini oleh elite kampus, negara, dan pengusaha yang menggunakan nama institusi pendidikan.
"Prinsip akademik harus dijaga. Kampus seharusnya berperan dalam menjaga sumber daya alam, bukan malah ikut menambang. Jika kampus terlibat dalam eksploitasi, ini bertentangan dengan nilai akademik," tambahnya.
Kritik terhadap Kebijakan Pemerintah
Edy juga mengkritisi kebijakan negara di bawah pemerintahan mendatang yang dinilainya semakin militeristik dalam menangani konflik sumber daya alam.
"Di rezim Prabowo, keterlibatan militer semakin nyata. Konflik sumber daya alam tidak akan bisa diselesaikan melalui jalur legislatif atau eksekutif, karena negara menggunakan aparat untuk menghadapi warga," tegasnya.
Menurut Edy, kebijakan ini hanya akan memperkuat perlawanan masyarakat terdampak. "Gerakan rakyat akan semakin solid menghadapi kebijakan yang represif," tambahnya.
JATAM: Konsesi Tambang Memperburuk Kemiskinan
Sementara itu, Pegiat Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Melky Nahar menilai bahwa pengelolaan tambang oleh kampus justru berpotensi memperburuk kemiskinan ekstrem di daerah sekitar.
"Ekonomi tambang memicu kemiskinan, tetapi kampus seakan tutup mata. Mereka terlalu jauh dari realitas, betah di menara gading," kata Melky.
Melky juga mengkritik akademisi yang semakin apatis terhadap dampak industri ekstraktif terhadap masyarakat. "Kampus seharusnya menjadi pusat kajian ilmiah, bukan bagian dari industri tambang yang merusak," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kebijakan pertambangan dan hilirisasi nikel yang berlangsung saat ini hanya menguntungkan pengusaha dan elite politik, sementara masyarakat sekitar tambang justru semakin dirugikan.
Pemerintah dan DPR Sepakat Tidak Beri Konsesi Tambang ke Kampus
Setelah berbagai kritik, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya sepakat untuk tidak memberikan izin konsesi tambang kepada perguruan tinggi. Keputusan tersebut diambil dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Minerba di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/2/2025).
"Terhadap usulan DPR yang tadinya ingin memberikan konsesi tambang kepada perguruan tinggi, pemerintah dan DPR bersepakat bahwa kita tidak memberi konsesi kepada kampus," ujar Menteri Hukum Supratman Andi Agtas dalam konferensi pers.
Sebagai gantinya, pemerintah menunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan perusahaan swasta untuk mengelola tambang sebagai pihak ketiga dari perguruan tinggi.
"Badan usaha yang diberi penugasan khusus nantinya akan membantu kampus dalam pendanaan riset dan pemberian beasiswa kepada mahasiswa," tambah Supratman.
DPR pun sepakat membawa RUU Minerba ke dalam rapat paripurna yang akan digelar pada Selasa, 18 Februari 2025.