BUZZERSUKABUMI.COM - Ombak yang pecah di bibir Pantai Citepus, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, seolah menjadi saksi keramaian yang tidak biasa pada Selasa siang (9/12/25). Di sepanjang pasir yang biasanya dipadati wisatawan, puluhan warga bersama sejumlah organisasi kemasyarakatan berkumpul, memusatkan perhatian pada satu titik: deretan tenda glamping yang berdiri tepat di jalur jogging track pantai.
Dari situlah ketegangan mulai terasa. Glamping yang kabarnya milik WNA asal Korea Selatan tersebut sebelumnya telah mendapatkan peringatan untuk dibongkar karena berdiri di area publik pesisir. Namun prosesnya tak berjalan mulus. Konflik memanas ketika perwakilan pengelola glamping menolak dan menuntut agar pembongkaran dilakukan secara merata, termasuk terhadap warung-warung kecil milik warga.
“Kalau bangunan kami harus dibongkar, warung warga juga harus dirobohkan,” ujar salah satu pegawai glamping, memicu kemarahan masyarakat yang hadir.
Kepala Desa Citepus, Koswara, akhirnya turun tangan untuk meredam situasi. Ia berdiri di tengah warga dari Komunitas Pengamen Jalanan, serta beberapa ormas seperti Sapu Jagat, Permabes, Serigala Hitam, hingga sejumlah aktivis yang sejak awal menuntut agar glamping segera ditertibkan.
“Saya hadir karena khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan. Memang tadi ada adu argumen. Warga jelas meminta agar bangunan ini segera dibongkar,” ujar Koswara.
Ia menilai tuntutan pihak glamping tidak sebanding dengan kenyataan di lapangan. Warung milik warga, menurutnya, bukan sekadar bangunan musiman, tetapi sumber nafkah bagi banyak keluarga.
“Di sana, satu blok warung itu menopang ratusan orang. Banyak perut yang bergantung pada usaha kecil itu. Sementara yang diuntungkan dari glamping hanya satu pihak saja. Itu harus jadi pertimbangan,” tegasnya.
Situasi mulai mereda setelah Satpol PP Kabupaten Sukabumi dan aparat Polsek Palabuhanratu tiba di lokasi. Mediasi dilakukan dengan hati-hati agar aspirasi warga tetap dipertimbangkan sekaligus menjaga aturan penataan ruang pesisir.
Akhirnya, kesepakatan tercapai. Pihak pengelola glamping menerima keputusan untuk membongkar bangunan yang berdiri di area jogging track tersebut.
“Alhamdulillah, situasi sudah kembali kondusif, dan pihak glamping bersedia membongkar bangunannya,” tutup Koswara.
Di bawah terik matahari sore, pembongkaran itu menjadi simbol bahwa ruang publik pesisir adalah milik bersama. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana warga, pemerintah desa, dan aparat penegak ketertiban bersatu memastikan bahwa penataan Pantai Citepus bukan hanya soal bangunan, tetapi soal keberpihakan pada masyarakat dan masa depan kawasan wisata itu sendiri.
Komentar0