BUZZER SUKABUMI - Gempa bumi yang terjadi di Sukabumi pada tanggal 9 Februari 1975 menjadi salah satu peristiwa bersejarah dengan dampak signifikan bagi daerah tersebut. Dengan kekuatan lebih dari 5 Skala Richter (SR), gempa ini mengakibatkan kerusakan besar pada bangunan dan infrastruktur.
Gempa ini tercatat dalam sejarah panjang bencana alam Sukabumi, yang seringkali dipengaruhi oleh aktivitas Sesar Cimandiri dan segmen-segmennya. Menurut pengamat sejarah Sukabumi, Irman Firmansyah, Sesar Cimandiri menjadi salah satu pemicu utama dalam peristiwa gempa ini.
Kronologi Gempa
Pada awal Februari 1975, sebuah gempa besar berkekuatan 7,5 SR terjadi di Haicheng, Liaoning, China. Gempa tersebut disaksikan masyarakat Sukabumi melalui berita di televisi dan radio. Hanya beberapa hari setelahnya, pada Minggu, 9 Februari 1975, Sukabumi mengalami guncangan besar.
Irman menjelaskan bahwa getaran pertama terjadi pukul 11.45 WIB, diikuti oleh getaran kedua pada pukul 13.56 WIB, dan yang terakhir pada pukul 22.36 WIB. Pusat gempa (hiposentrum) berada di Samudera Hindia, dengan koordinat 105,6 BT dan 7,4 LS. Jaraknya sekitar 180 km dari Jakarta. Laporan mencatat kekuatan gempa mencapai 6,3 SR, meskipun beberapa sumber lain menyebutkan sekitar 5,3 SR.
Wilayah Terdampak dan Kerusakan
Gempa 1975 ini paling parah dirasakan di Kecamatan Cibadak, Cicurug, Parungkuda, Kabandungan, dan Kalapanunggal. Ribuan orang kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian. Data awal mencatat 6.705 Kepala Keluarga (KK) terdampak, dengan 2 orang meninggal dunia. Laporan berikutnya mencatat 6 korban jiwa dan 2.000 rumah hancur.
Kerusakan infrastruktur meliputi:
- Dua jembatan kereta api rusak.
- Retakan tanah dan longsor di jalur kereta api, memutus jalur Sukabumi-Bogor.
- Rumah sakit dan pasar darurat di Cibadak hancur.
- Sambungan telepon terputus di beberapa kecamatan.
- Para korban mengungsi ke gedung-gedung sekolah yang masih utuh dan menggunakan tenda darurat.
- Kekhawatiran Gunung Salak
Selain gempa, masyarakat juga diliputi kekhawatiran akibat aktivitas Gunung Salak yang terletak sekitar 25 km di sebelah barat Sukabumi. Asap tebal mengepul dari kawah gunung selama beberapa hari, disertai dua letusan kecil. Hal ini menambah kecemasan masyarakat yang sudah dirundung duka.
Respons Pemerintah
Pada 13 Februari 1975, Presiden Soeharto mengunjungi daerah terdampak di Jawa Barat, termasuk Sukabumi, Bogor, dan Gunung Masigit di perbatasan Cianjur-Bandung. Selain meninjau langsung, Presiden berdialog dengan warga dan pejabat setempat. Salah satu langkah yang dibahas adalah kemungkinan transmigrasi bagi korban bencana.
Bantuan dan Pemulihan
Proses pemulihan mulai dilakukan dua minggu setelah gempa. Tim penyuluhan rumah tahan gempa dan LPMB (Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan) terlibat dalam upaya pembangunan kembali. Bantuan material dan dana juga mengalir, antara lain:
- Rp 96,3 juta melalui Gubernur Jawa Barat.
- Rp 10 juta dari Gubernur Jakarta, Ali Sadikin.
- Rp 15 juta dari Kementerian Sosial (Kemensos).
Penutup
Peristiwa gempa Sukabumi tahun 1975 menjadi pengingat akan risiko kegempaan di wilayah Jawa Barat, khususnya daerah yang berada dekat dengan sesar aktif seperti Sesar Cimandiri. Dukungan masyarakat dan pemerintah menjadi kunci dalam pemulihan pasca bencana ini.
Sumber: FGMI | Soeharto Library